Waktu-waktu begini aku jadi teringat
sebuah hutan kenangan, di penjuru alam
helai-helai daun yang gugur, berlapis
tahun-tahun berlalu, tindih-menindih
pada setiap musim rontok yang datang dan pergi
Kusibak tiap satunya, kutemui wajah-wajah
pernah ceria oleh mentari pagi, setelah malam
gelita dan panjang, yakin tersimpan di hujungnya sisi terang
dan gerimis mengundang, pelangi bertandang
tergunting oleh kehadiran petang.
Pada helai di hujung ranting
kulihat wajahmu berbisik pada pawana rindu
yang kau hembuskan dari kotamu
memukul daun jendela kamarku, menyusup
ke dalam kardigan resah dan sepiku
meresap ke relung hati, segenap penjuru;
agar musim semi tak usah berganti
seperti impianmu pada setangkai anggerik
yang kutanam di laman jiwa.
Pantai Rasa
sebuah hutan kenangan, di penjuru alam
helai-helai daun yang gugur, berlapis
tahun-tahun berlalu, tindih-menindih
pada setiap musim rontok yang datang dan pergi
Kusibak tiap satunya, kutemui wajah-wajah
pernah ceria oleh mentari pagi, setelah malam
gelita dan panjang, yakin tersimpan di hujungnya sisi terang
dan gerimis mengundang, pelangi bertandang
tergunting oleh kehadiran petang.
Pada helai di hujung ranting
kulihat wajahmu berbisik pada pawana rindu
yang kau hembuskan dari kotamu
memukul daun jendela kamarku, menyusup
ke dalam kardigan resah dan sepiku
meresap ke relung hati, segenap penjuru;
agar musim semi tak usah berganti
seperti impianmu pada setangkai anggerik
yang kutanam di laman jiwa.
Pantai Rasa
2 comments:
Salam RAA,
"tajuk puisi telah pun menggambarkan seluruh bait-baitnya",
"seperti selalu, tetap kukuh pemilihan diksinya - tercantum satu dengan ceritanya".
Zek,
Terima kasih kerana masih sudi bertandang, dan juga kesudian memberi sedikit ulasan.
Nyatanya, saudara selalu hadir dalam ombak dan pantai.
Post a Comment